BENUA ANTARIKSA NEWS. COM – Kepala adat, Seandeko, dan Pemuda Desa Ujung Padang berharap Aparat Penegak Hukum (APH), dapat segera menindak lanjuti pengaduan dari tokoh adat serta kepala kaum seandeko, beberapa waktu lalu.
Hal ini terkait pengelolaan Kebun Kas Desa (KMD) Desa Ujung Padang, yang saat ini belum jelas muaranya, terkait pengelolaan kebun tersebut.
Beredar isu dugaan keterlibatan oknum kepala desa, terkait dugaan jual beli kebun KMD. Dikuatkan oleh adanya surat jual beli dari pemerintah desa, serta SKT baru lahan KMD tersebut.
Setelah diketahui oleh oknum kades bahwa masyarakat mengecam keras hal tersebut. Surat jual beli tersebut langsung dibatalkan oleh pihak pemerintah desa. Tentu hal ini mengundang kecurigaan atas pengelolaan yang diambil alih Bumdes saat ini.
Dimana sebelumnya pengelolaan akan diserahkan ke pihak ketiga, yaitu melibatkan masyarakat serta pemuda. Namun setelah awalnya disetujui oleh Kades, tiba-tiba dibatalkan secara sepihak oleh pihak kades.
Keinginan masyarakat, dalam hal ini melibatkan ketua adat, seandeko serta pemuda. Menolak pengelolaan KMD tersebut dikelola oleh pihak Bumdes, meskipun secara legalitas Bumdes lembaga yang sah.
” Ini bukan masalah lembaga sah atau tidak terkait pengelolaan KMD tersebut. Didalam kampung ini tentu ada orang tua, seperti adat dan kepala kaum seandeko serta pemuda. Keputusan yang diambil Kades, sering kali tanpa dilakukan musyawarah mufakat. Wajar kami bertanya ada apa?,” ungkap Amir Mahmud Kepala Adat dan Seandeko Ujung Padang.
Masih dilanjutkannya, pihaknya bersama unsur adat, kepala kaum seandeko serta Pemuda sepakat, menolak pengelolaan KMD dikelola Bumdes. Karena hal ini akan memicu konflik dikemudian hari.
” Didalam desa ini tidak bisa sertamerta kepala desa bisa mengambil keputusan sepihak saja. Apapun kebijakan kades, secara etikanya wajib dimusyawarahkan. Jangan seperti diktator, karena masalah ini masalah aset desa, bukan pribadi atau personal,” imbuhnya.
Senada dengan kepala adat, salah seorang Pemuda Desa Ujung Padang, yang enggan disebutkan namanya. Mendukung, jika memang ada kecurangan-kecurangan, agar APH segera menindak laporan pihak Kepala Adat dan Seandeko. Juga terkait pengelolaan anggaran lainnya, pemuda saat ini sudah banyak menerima laporan masyarakat.
” Seperti bantuan ketahanan pangan, kami juga mendengar anggarannya, diduga dimark up. Lalu kami juga mendengar kelompok tidak mengetahui berapa sebenarnya anggaran mulai dari pembelian bibit, saranan dan prasarana lainnya yang diterima masing-masing kelompok. Dengan jenis usaha budidaya lele beberapa waktu lalu,” terang salah seorang Pemuda yang enggan disebutkan namanya. (Red)